Analgesik
atau obat – obat penghalang nyeri adalah zat – zat yang dapat
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
sedangkan Anasthesi adalah zat – zat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan menghilangkan kesadaran.
Sedangkan antipiretik
adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada
umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik.
Jadi, analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Obat analgesik antipiretik
serta Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS) merupakan suatu kelompok
obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara
kimia.Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototipe obat golongan
ini adalah aspirin. Karena itu, banyak golongan dalam obat ini sering
disebut obat mirip aspirin (Aspirin-like drugs)
Klasifikasi kimiawi OAINS sebenarnya tidak banyak manfaat kimianya
karena ada OAINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda.
Sebaliknya ada OAINS yang berbeda subgolongan tapi memiliki sifat yang serupa.
Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan
mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan
efek samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya
berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
Mekanisme kerja dan yang berhubungan dengan system biosintesis
Prostaglandin ini mulai diperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah
aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik Prostaglandin.
Penelitian lanjutan membuktikan bahwa Prostaglandin akan dilepaskan
bilamana sel mengalami kerusakan. Walaupun secara invitro OAINS
diketahui menghambat obat berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan
efek analgesic, antipiretik dan anti inflamasinya belum jelas. Selain
itu, OAINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien yang
diketahui ikut berperan dalam inflamasi.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu.Setiap obat menghambat
siklooksigenase dengan cara yang berbeda. Khusus parasetamol, hambatan
biosintesis prostaglandin hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar
peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung
banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa
anti-inflamasi parasetamol praktis tidak ada aspirin sendiri menghambat
dengan mengasetiliasi gugus aktifserin dan enzim ini.Trombosit sangat
rentan terhadap penghambatan ini karena selain tidak mampu mengadakan
regenerasi enzim sehingga dosis tunggal aspirin 40 mg sehari telah cukup
untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup
trombosit yaitu 8-11 hari.
Nyeri
merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda
bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni
44-450C. Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan
kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf
bebas di kulit, mukosa, dan jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat
diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di system saraf pusat. Dari
sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan yang hebat dari
tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-sum tulang
belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan
sebagai nyeri.
Adapun mediator nyeri yang disebut juga sebagai autakoid antara lain
serotonin, histamine, bradikinin, leukotrien dan prostglandin.
Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian asam amino) yang diberikan
dari protein plasma.
Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri
dirasakan untuk yang pertama kali. Jadi, intesitas rangsangan yang
terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang
nyerinya adalah konstan.
Kesadaran akan
perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni penerimaan rangsangan
sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan individu
terhadap perangsang ini. Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi
proses pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit,
sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh
rangsangan sakit.
Pemberantasan nyeri
Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.
2. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris, misalnya dengan anestetika lokal
3. Blokade dari pusat nyeri dalam Sistem Saraf Pusat dengan analgetika sentral (narkotika) atau anestetika umum.
Pada
pengobatan rasa nyeri dengan analgetika, faktor-faktor psikis turut
berperan, misalnya kesabaran individu dan daya menerima nyeri dari si
pasien. Secara umum analgetika dibagi dalam dua golongan, yaitu
analgetik non-narkotinik atau analgesik non-opioid atau integumental
analgesic (misalnya asetosal dan parasetamol) dan analgetika narkotik
atau analgesik opioid atau visceral analgesic (misalnya morfin).
Terapi jenis – jenis nyeri
Pada pengobatan rasa nyeri dan analgetika, faktor – faktor psikis turut memberikan peranan. Jenis – jenis nyeri yaitu :
a. nyeri ringan
b. nyeri menahun
c. nyeri hebat
d. nyeri hebat yang menahun
Penggolongan Analgetika
Atas kerja farmakologisnya, analgesic dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
A. Analgetik Perifer (non narkotik)
Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat-
obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi
Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan
ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki kerja antipiretik,
yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut juga
analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap
pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi
perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai
keluarnya banyak keringat.
Penggolongan analgetika perifer secara kimiawi adalah sebagai berikut:
1. Salisilat-salisilat, Na-salisilat, asetosal, salisilamida, dan benirilat
2. Derivat-derivat p-aminofenol:fenasetin dan parasetamol
3. Derivat-derivat pirozolon:antipirin,aminofenazon, dipiron, fenilbutazon dan turunan-turunannya
4. Derivat-derivat antranilat: glafenin, asam mefenamat, dan asam nifluminat.
Efek-efek samping yang biasanya muncul adalah gangguan-gangguan
lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati, dan ginjal dan juga
reaksi-reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada
penggunaan lama atau pada dosis besar, maka sebaiknya janganlah
menggunakan analgetika ini secara terus-menerus.
contoh obat anlgetik perifer :
ASPIRIN
Komposisi :
Setiap tablet Aspirin" mengandijng 0,5 g asam asetilsalisilat.
Indikasi:
Untuk meringankan rasa sakit, terutama sakit kepala dan pusing, sakit gigi, dan nyeri otot serta menurunkan demam.
Dosis :
Bila tidak ada petunjuk khusus dari dokter
Dewasa : 1 tablet bila perlu 3 kali sehari
Anak 5 tahun ke atas : Vi -1 tablet bila perlu 3 kali sehari
Aturan pakai:
Dianjurkan
agar tablet diminuijn sesudah makan. Sebaiknya tablet dilarutkan dulu
dalam air dan diminum dengan air yang cukup banyak.
Cara kerja obat:
Asam
Asetil Salisilat menghanibat pengaruh dan biosintesa daripada zat-zat
yang menimbulkan rasa nyeri dan demam (Prostaglandin). Daya kerja
antipiretik dan analgetik daripada Aspirin diperkuat oleh pengaruh
langsung terhadap susunan saraf pusat.Penderita tukak lambung dan peka
terhadap derivat asam salisilat, penderita asma, dan alergi. Penderita
yang pernah atau sering mengalami perdarahan di bawah kulit, penderita
yangsedang diterapi dengan antikoagulan, penderita hemofilia dan
trombositopenia, jartgan digunakan pada penderita varicella cacar
air/chicken pox dan gejala flu serta penderitia yang hipersensitif.
Kontraindikasi :
Iritasi lambung, mual, muntah.
Efek samping :
Pemakaian lama dapat terjadi perdarahan lambung, tukak lambung. Dapat terjadi
berkurangnya jumlah trombosit (trombositopenia).
Peringatan dan perhatian :
Bila
anda hamil dan menyusui bayi, sebaiknya minta petunjuk dari dokter
sebelum memakai Aspirin.Jangan minum Aspirin dalam 3 minggu terakhir
dari kehamilan, kecuali atas petunjuk dokter.Minum ASpirin dekat
sebelum kelahiran dapat menyebabkan pendarahan pada ibu dan
bayi.Demikian juga bila anda sedang diobati dengan antifoagulansia,
methotrexat,antidiabetika oral, obat encok, kortikosteroida dan preparat
spironolakton, janganminum Aspirin.Aspirin juga tidak boleh diminum
dalam jangka waktu yang lama atau dengandosis yang tinggi.Hati-hati
penggunaan pada anak-anak dengan gejala demam terutama flu
varicella(cacar air) atau konsultasikan dengan dokter.Bila setelah dua
hari memakai obat ini suhu badan tidak menurun atau setelah 5 harinyeri
tidak hilang, agar menghubungi dokter terdekat atau unit pelayanan
kesehatanterdekat. Penggunaan Aspirin pada penderita yang mengkonsumsi
alkohol, dapat meningkatkan resiko perdarahan lambung.Hati-hati
penggunaan obat ini pada penderita dengan gangguan fungsi hati, ginjal
dan dehidrasi.
B. Analgetik Narkotik
Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu:
Obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal.
Obat perifer bersama kodein atau tramadol.
Obat sentral (Opioid) peroral atau rectal.
Obat Opioid parenteral
Guna memperkuat analgetik dapat dikombinasikan dengan co-analgetikum,
seperti psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin atau prednisone).
Zat-zat
ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat
kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran
(sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman
(euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta
ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala
abstinensia bila pengobatan dihentikan. Karena bahaya adiksi ini, maka
kebanyakan analgetika sentral seperti narkotika dimasukkan dalam
Undang-Undang Narkotika dan penggunaannya diawasi dengan ketat oleh
Dirjen POM.
Secara kimiawi, obat-obat ini dapat dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut :
1. Alkaloid candu alamiah dan sintesis morfin dan kodein, heroin, hidromorfon, hidrokodon, dan dionin.
2. Pengganti-pengganti morfin yang terdiri dari :
a. Petidin dan turunannya, fentanil dan sufentanil
b. Metadon dan turunannya:dekstromoramida, bezitramida, piritramida, dan d-ptopoksifen
c. Fenantren dan turunannya levorfenol termasuk pula pentazosin.
Antagonis-antagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek
samping dari analgetik narkotik tanpa mengurangi kerja analgesiknya dan
terutama digunakan pada overdosis atau intoksiaksi dengan obat-obat ini.
Zat-zat ini sendiri juga berkhasiat sebagai analgetik, tetapi tidak
dapat digunakan dalam terapi, karena dia sendiri menimbulkan efek-efek
samping yang mirip dengan morfin, antara lain depresi pernafasan dan
reaksi-reaksi psikotis. Yang sering digunakan adalah nalorfin dan
nalokson.
Efek-efek samping dari morfin dan analgetika
sentral lainnya pada dosis biasa adalah gangguan-gangguan lambung, usus
(mual, muntah, obstipasi), juga efek-efek pusat lainnya seperti
kegelisahan, sedasi, rasa kantuk, dan perubahan suasana jiwa dengan
euforia. Pada dosis yang lebih tinggi terjadi efek-efek yang lebih
berbahaya yaitu depresi pernafasan, tekanan darah turun, dan sirkulasi
darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi koma dan pernafasan terhenti.
Efek morfin terhadap Sistem Saraf Pusat berupa analgesia dan narkosis.
Analgesia oleh morfin dan opioid lain sudah timbul sebelum penderita
tidur dan seringkali analgesia terjadi tanpa disertai tidur. Morfin
dosis kecil (15-20 mg) menimbulkan euforia pada penderita yang sedang
menderita nyeri, sedih dan gelisah. Sebaliknya, dosis yang sama pada
orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir atau
takut disertai dengan mual, dan muntah. Morfin juga menimbulkan rasa
kantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berfikir, apatis, aktivitas
motorik berkurang, ketajaman penglihatan berkurang, ektremitas tersa
berat, badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering, depresi
nafas dan miosis. Rasa lapar hilang dan dapat muntah yang tidak selalu
disertai rasa mual. Dalam lingkungan yang tenang orang yang diberikan
dosis terapi (15-20 mg) morfin akan tertidur cepat dan nyenyak disertai
mimpi, nafas lambat dan miosis.
Antara nyeri dan efek
analgetik (juga efek depresi nafas) morfin dan opioid lain terdapat
antagonisme, artinya nyeri merupakan antagonis faalan bagi efek
analgetik dan efek depresi nafas morfin. Bila nyeri sudah dialami
beberapa waktu sebelum pemberian morfin, efek analgetik obat ini tidak
begitu besar. Sebaliknya bila stimulus nyeri ditimbulkan setelah efek
analgetik mencapai maksimum, dosis morfin yang diperlukan untuk
meniadakan nyeri itu jauh lebih kecil. Penderita yang sedang mengalami
nyeri hebat dan memerlukan mofin dengan dosis besar untuk menghilangkan
rasa nyerinya, dapat tahan terhadap depresi nafas morfin. Tetapi bila
nyeri itu tiba-tiba hilang, maka kemungkinan besar timbul gejala depresi
nafas oleh morfin.
Bahaya Obat Analgetik dan Antipiretik
Untuk mengatasi demam dan nyeri digunakan obat yang dikenal dengan analgetik dan antipiretik. Obat Analgetik dan Antipiretik memiliki mekanisme kerja yang sama. Para
ahli menggolongkannya dalam satu kelompok obat, karena memiliki fungsi
yang sama hanya saja susunanya berbeda. Mekanisme kerja obat analgetik
dan antiperetik adalah untuk menghambat kerja enzim siklookcygenasi
(COX), Enzim yang berperan dalam mengubah asam arakhidonat menjadi
prostaglandin.
Waktu Penggunaan
Walapun obat analgetik dan
antipiretik terdapat dalam satu golongan, namun obat ini mempunya
kemampuan atau fungsi yang berbeda. Jika seorang pasien mengalami demam
maka yang diberikan adalah kemampuan antipiretik kuat misalnya
(parasetamol) sedangkan jika mengalami nyeri, maka jenis obat yang
diberikan adalah dengan kemampuan analgetik kuat, misalnya asam
mefanemat.
Efek Samping
1. Gangguan Saluran Cerna
Selain
menimbulkan demam dan nyeri, ternyata prostaglandin berperan melindungi
saluran cerna. Senyawa ini dapat menghambat pengeluaran asam lambung dan
mengeluarkan cairan(mukus) sehingga mengakibatkan dinding saluran cerna
rentan terluka, karena sifat asam lambung yang bisa merusak
2. Gangguan Hati( hepar)
Obat yang dapat
menimbulkan gangguan hepar adalah parasetamol. Untuk penderita gangguan
hati disarankan mengganti dengan obat lain.
3. Gangguan Ginjal
Hambatan
pembentukan prostaglandin juga bisa berdampak pada ginjal. Karena
prostaglandin berperan homestasis di ginjal. Jika pembentukan terganggu,
terjadi gangguan homeostasis.
4. Reaksi Alergi
Penggunaan obat
aspirin dapat menimbulkan raksi alergi. Reaksi dapat berupa rinitis
vasomotor, asma bronkial hingga mengakibatkan syok.
Saran Penggunaan
· Perhatikan zat aktif obat
Dapat diketahui
dari kemasannya. Selanjutnya cari informasi mendalam tentang zat aktif
tersebut. Mulai cara penggunaan, efek samping
· Waspadai jika sedang menggunakan obat lain
Jika ragu dengan
kemungkinan adanya interaksi obat sebaiknya berkonsultasi dengan dokter,
untuk menghindari munculnya masalah
· Penderita penyakit maag, gangguan hati dan gangguan ginjal sebaiknya berkonsultasi dengan dokter
· Perhatikan Lama Penggunaan
Obat jenis ini
tidak menyembuhkan penyakit, hanya meredakan gejala. Penggunaan
ideal sekitar 3 hari jika lebih dan keluhan masih ada segera konsultasi
ke dokter
DAFTAR PUSTAKA
Anief,Moh.2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada University Press.
Katzung,B.G.1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, ed IV.Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tjay, Tan Hoan,Drs.,Rahardja,Kirana,Drs.2002. Obat-obat Penting. Jakarta :
Gramedia
http://siskhana.blogspot.com/